Demikianlah, pada waktu suhu politik di Kerajaan Banjar semakin panas karena turut campur tangan Belanda pada penobatan Pangeran Tamjid sebagai raja di Kerajaan Banjar untuk menggantikan Sultan Adam karena Sultan Muda Pangeran Abdurrahman sudah wafat terlebih dahulu. Padahal, kaum bangsawan, alim ulama dan masyarakat Banjar menghendaki Pangeran Hidayatullah menjadi Sultan, sesuai dengan testamen atau wasiat Sultan terdahulu.
Baca Juga : Datu Banua Lima, tertuang dari Kisah Tutuha Suku Banua Banjar
Salah seorang ulama yang shaleh di Kumbayau Tambarangan, Rantau (Kabupaten Tapin sekarang), bernama Datu Aling merasa prihatin akan kemelut di dalam Keraton Banjar tersebut. Oleh,sebab itu beliau salampah atau tirakat dengan menyepi seorang diri, melakukan puasa, sholat, wirid dan zikir, serta amalan-amalan lainnya untuk mendekatkan diri kepada Allah, disertai permohonan agar diberi petunjuk dan jalan keluar atas kemelut yang sedang terjadi di dalam Keraton Banjar. Tirakat Datu Aling dilaksanakan selama sembilan bulan sembilan hari, dimulai pada April 1858 sampai. dengan Februari 1859.
Pada 2 Februari 1859 bertepatan dengan 10 Rajab 1275 H; Datu Aling didatangi oleh raja-raja gaib Kerajaan Banjar dan meminta Datu Aling untuk mendatangkan Pangeran Antasari ke daerah Muning. Dia akan memulai kerajaan Baru sampai raja yang sah terpilih. Pada 13 Rajab 1275 H, Puteri Datu Aling yang bernama Saranti, dirasuki oleh Puteri Junjung Buih. Dia minta dinikahkan dengan seorang pemuda kampung yang bernama Dulasa karena di dalam tubuhnya benemayam ruh gaib Pangeran Surya Ananta.
Mendengar semua itu, maka, Datu Aling pun Melaksanakan seluruh keinginan puterinya tersebut. Setelah dinikahkan dengan Dulasa, maka, Saranti diberi nama Puteri Junjung Buih dan suaminya Dulasa diberi nama Pangeran Surya Ananta. Kemudian Datu Aling mengumumkan kepada masyarakat tentang penobatan Saranti, raja titisan Puteri Junjung Buih. Daerah Kumbayau namanya diganti menjadi Kerajaan Tambai Mekah. Sebagai raja di Kerajaan Tambai Mekah, Saranti titisan Puteri Junjung Buih mengangkat ayahya, Datu Aling, sebagai panembahan, kakaknya Sambang diberi gelar Sultan Kuning, kakak Perempuannya Nuramin diberi gelar Ratu Keramat, sedangkan suami Nuramin diberi gelar seperti Mangkubumi Kusuma Nagara, Bayan Sampit, Garuntung Waluh, Garumung Manau, Kindaui Aji, Kindui Mu`l, Pembelah Batung, Panimba Sagara, ada pula Panglima Juntai Di Langit dan lain sebagainya.
Kerajaan Tambai Mekah terpisah dari Kesultanan Banjar dan tidak tunduk kepada penjajah Belanda. Saranti titisan Junjung Buih menjadi ratu di Kerajaan Tambai Mekah hanya sebagai simbol kepala negara, sedangkan urusan pemerintah dipegang,oleh Penembahan Muda Datu Aling. Sebagai seorang Panembahan, yang shaleh, adil dan bijaksana dia bekerja sama dengan Segera Banua Ampat, yaitu: Banua Halat, Banua Gadung, Banua Padang dan Banua Parigi. Mereka ini tunduk kepada Datu Aling. Kemudian mengikuti pula Banua Atas, Batang Hulu, Jambu, Amandit dan Pangabau Kepada para pengikutnya, Datu Aling selalu menanamkan semangat jihad demi melawan ketidakadilan dan penjajahan. Seruan Datu Aling untuk melakukan jihad yang mendapat respon luar bia dari masyarakat, ternyata membuat Pangeran Tamjid beserta Belanda merasa teracam kedudukannya. Untuk itu Residen Belanda di Banjarmasin mengirim sebuah tim yang terdiri dari Jaksa Kepala. Pangeran Suryadinata dan Penghulu Kepala Pangeran Muhammad Seman disertai 120 pengikut.
Mengetahui Akan kedatangan mereka, maka, Datu Aling pun memerintahkan anaknya Sultan Kuning menyiapkan pasukan jihadnya sebanyak 700 orang lengkap dengan senjata terhunus untuk menjaga segala kemungkinan yang bakal_terjadi.Tentu saja utusan Residen Belanda tersebut terkesiap menyaksikan begitu banyak jumlah pasukan jihad Datu Aling yang stap tempur jika mereka berbuat macam-rnacam. Karena mereka hanya ingin menyaksikan keadaan yang sebenarnya di Kerajaan Tambai Mekah maka mereka pun dipersilahkan menemui Datu Aling di Istana Tambai Mekah.
Setelah mendengar laporan utusannya, sekali lagi Residen Belanda memerintahkan Mangkubumi Pangeran Hidayatullah untuk menangani masalah Kerajaan Tambai Mekah. Kemudian Pangeran Hidayatullah mengutus Pangeran Antasari,. Pangeran Jantera Kesuma serta Pangeran Umar Syarif untuk menemui Datu Aling, Dalam pertemuan tersebut Datu Aling menjelaskan maksud dan tujuan didirikannya Kerajaan Tambai Mekah. Ternyata apa yang disampaikan oleh Datu Aling seiring sejalan dengart apa yang diinginkan oleh Pangeran Antasari. Hingga akhimya terjadilahn kesepakatan perjodohan antara anak Pangeran Antasari yang bernama Pangeran Muhammad Said dengan Saranti titisan Puteri Junjung Buih yang telah menjanda. Dengan demikian bertambah kuatlah kedudukan Datu Aling karena setelah 30 hari pernikahan Pangeran Muhammad Said dengan Saranti, si titisan Puteri Junjung Buih, maka, Pangeran Antasari pun mulai aktif memimpin gerakan rakyat di Banua Ampat dan Banua lima yang diarahkan langsung kepada Belanda.
Pangeran Antasari |
Pada malam harinya, datang lagi pasukan Belanda yang lebih besar menggempur benteng pertahanan Datu Aling yaitu di Masjid Muning. Pertempuran terjadi semalam suntuk. Datu Aling, Saranti Beserta beberapa orang pengikut setianya tetap bertahan di dalam masjid. Datu Aling tidak mau menyerah kepada Belanda meski api telah menjilat seluruh masjid yang terbuat dari kayu. Akhirnya, Datu Aling dan Saranti pun gugur sebagai syuhada. Dengar gugurnya Datu Aling dan Saranti, maka, Pangeran Antasari mengeluarkan semboyan yang berbunyi "Haram manyarah, waja sampai ka putting: (haram menyerah kepada Belanda sampai tetesan darah terakhir)"
Sumber : Cerita Rakyat