Mengulas Jejak Langkah Khatib Dayan di Kalimantan Selatan
June 28, 2020
0
potretriduan - kesultanan Demak Bintoro memilki hubungan erat dari sisi historis dengan Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel). Ini tak lepas dari perjuangan dan kiprah Khatib Dayan, seorang ulama besar yang sebelumnya dikirim atau diutus oleh Sultan Trenggono (Raja Demak) ke daerah tersebut.
Khatib Dayan datang ke Bandar Masih (nama asal Banjarmasin) pada 1521. Salah satu tugas berat Khatib Dayan adalah mengislamkan Pangeran Samudera dan kerabatnya yang berasal dari Negara Daha. Negara Daha adalah sebuah kerajaan Hindu di wilayah Kabupaten Kandangan dan Amuntai, Kalsel. Adapun, prosesi pengislaman Raden Samudera (nama kecil Sultan Suriansyah) terjadi sesuai dengan janji semasa adanya pertentangan antara Kerajaan Negara Daha dengan Kerajaan Bandar Masih.
Baca juga : Kisah Datu Ulin Kecamatan Simpur
Dari silsilahnya, Khatib Dayan masih keturunan Sunan Gunung Jati (Syech Syarif Hidayatullah) Cirebon, Jawa Barat. Ia menyampaikan Syiar Islam dengan kitab pegangan surat layang Kalimah Sada yang ditulis dalam bahasa Jawa. Ia adalah seorang ulama mumpuni sekaligus pahlawan yang telah mengembangkan dan menyebarkan agama Islam di Kerajaan Banjar hingga akhir hayatnya.
Berkat kegigihan Khatib Dayan itu, Pangeran Samudera pada akhirnya berhasil memeluk agama Islam dengan penuh cinta damai. Dikemudian-setelah masuk Islam- Pangeran Samudera lebih dikenal dengan sebutan Sultan Suriansyah. Dia menjadi raja pertama (1526-1546 M) dari Kerajaan Banjar yang berpusat di tepi Sungai Kuin. Wilayah Kuin yang sekarang masuk RT 9 RW 1, Desa Kuin Utara, Kecamatan Kota Banjarmasin ini merupakan cikal bakal pusat pemerintahan Kerajaan Banjar yang berdiri pada abad XV, tepatnya pada 1523.
Disela menghadiri Hari Pers Nasional (HPN), wartawan Jawa Pos Radar Semarang menyempatkan diri berziarah sekaligus menelisik tentang sejarah hubungan antara Kasultanan Demak Bintoro dengan Kerajaan Banjar tersebut. Seperti Makam Sultan Fatah di Demak, makam Sultan Suriansyah di Banjarmasin rupanya juga menjadi ikon wisata religi daerah tersebut.“Banyak peziarah dari Kalimantan maupun Asia Tenggara yang datang mengunjungi makam Sultan Suriansyah ini. Karena memang beliau (Sultan Suriansyah) banyak menurunkan keturunan tidak hanya di Kalimantan saja, tapi juga dikawasan Asia,”ujar Hamdani, 62, penjaga Makam Sultan Suriansyah.
Di pemakaman kerabat raja tersebut, selain makam Sultan Suriansyah, juga ada Makam Khatib Dayan. Kemudian, makam Ratu Intan Sari (Ibu kandung Sultan Suriansyah), makam Patih Kuin (Jaya Buana), makam Patih Masih (Pangeran Jaga Baya), makam Adipati Anta Kusuma (Hulubalang Kerajaan), makam Pangeran Ahmad, Pangeran Muhammad, makam Sayid Muhammad, Gusti Muhammad Arsyad, dan makam Syech Maulana Abdul Malik (H Batu). Ada pula makam keturunan Sultan Suriansyah, yaitu Raja II Kerajaan Banjar Rahmatullah (1546-1570), dan makam Hidayatullah Raja III Kerajaan Banjar (1570-1595 M), makam Syarifah, makam Kiai Datu Bukasyim, makam Mangkubumi Aria Taranggana dan makam kerabat sultan yang lain.
Hamdani menuturkan, kiprah Khatib Dayan yang mengislamkan Sultan Suriansyah menjadi fakta bahwa hubungan antara Kasultanan Demak Bintoro diera Sultan Trenggono dengan Kerajaan Banjar dimasa kepimimpinan Sultan Suriansyah begitu erat. “Dan, adanya hubungan dua kerajaan inipula pada akhirnya mengukir sejarah bagaimana Kota Banjarmasin ini berdiri,”katanya. Nama Banjarmasin sendiri diambil dari seorang Patih yang sangat berjasa dalam pendirian Kerajaan Banjar. Yaitu, Patih Masih yang berasal dari Desa Oloh Masih. Dalam bahasa Ngaju berarti orang Melayu atau Kampung Orang Melayu. Berawal dari Desa Oloh Masih inilah yang kemudian menjadi Kampung (cikal bakal) Kota Banjarmasin.
Dalam sejarah disebutkan, Patih Masih saat itu bersama Patih lainnya sepakat mengangkat Pangeran Samudera menjadi raja. “Pangeran Samudera itu semula adalah putera Kerajaan Daha yang terbuang dan mengasingkan diri di Desa Oloh Masih. Sejak itulah, terbentuklah Kerajaan Banjar. Pangeran berhasil menaklukkan Muara Bahan dan kerajaan kecil lainnya yang berada di sepanjang jalur sungai sebagai pusat perdagangan,”katanya.
Kemajuan Kerajaan Banjar kemudian mengusik Pangeran Tumenggung, raja Daha yang juga paman dari Pangeran Samudera. Akhirnya terjadilah penyerbuan oleh Daha. Pertempuran perlarut larut membuat Pangeran Samudera terdesak dan meminta bantuan Kasultanan Demak Bintoro sebagai Kerajaan Islam pertama dan terbesar di nusantara saat itu. “Kerajaan Demak mau membantu Kerajaan Banjar dengan syarat raya (Pangeran Samudera) dan rakyatnya mau masuk Islam. Pangeran Samudera pun setuju. Tentara Demak dibawah instruksi Sultan Trenggono yang dipimpin Khatib Dayan membantu Kerajan Banjar lalu mengislamkan raja tersebut,”ujar Hamdani.
Menurutnya, dengan bantuan Kerajaan Demak, Banjar menyerbu Negara Daha dan berhasil mengalahkannya. Dalam sejarah, peristiwa itu tercatat pada 24 September 1526. Berdasar tanggal itulah, kemudian dijadikan sebagai Hari Kemenangan Pangeran Samudera dan cikal bakal Kerajaan Banjar. Selain itu, pertanda adanya penyerahan Kerajaan Daha kepada Kerajaan Banjar serta dijadikan sebagai tetenger Hari Jadi Kota Banjarmasin sebagai ibukota kerajaan baru yang menguasai sungai dan daratan di Kalimantan Selatan.
Ia merupakan figur yang berjasa memberi warna terbentuknya masyarakat Islam di kerajaan Banjar. Hal ini terlihat pada arsitektur Masjid Jami Martapura (sekarang Masjid Agung al-Karomah Martapura) yang mengadopsi gaya arsitektur Masjid Demak.
Makamnya bersisian dengan Sultan Suriansyah di Kuin Utara Banjarmasin
Dikutip dari sumber : koran banjar
Tags